Laman

Senin, 03 Januari 2011

Internet Melalui VPN


Cyberghost sebagai salah satu layanan VPN (Virtual Private Network) dari perusahaan Jerman memberikan keamanan untuk menyembunyikan IP address dengan standar enkripsi 256-AES.

Pertama kali saya menggunakannya langkah pertama yang saya lakukan adalah melakukan downloading installer dari situs Cyberghost dan melakukan downloading akhir.

Setelah saya mendaftar dan log in, kita diberikan pilihan apakah kita akan surfing melalui server yang disediakan atau tidak sama sekali. Kalian akan mengetahui secara langsung bagaiman cara melakukan pengaturan dengan cyberghost setelah kalian mencobanya.

Bagi kalian yang belum mengetahui kenapa kita harus menyembunyikan IP address saya akan memberitahukannya:
1. Kita dapat menghindari penyadapan yang dilakukan dari para cracker (Black Hat sebutan untuk perusak sistem keamanan) sehingga data-data pribadi kita selama melakukan surfing di internet tetap aman.
2. Hal ini bisa menguntungkan kita apabila kita ingin surfing secara anonim untuk mengunjungi situs yang kita inginkan. Terserah apa yang ingin kalian lakukan terhadap situs itu.

Tidak lupa juga ada kabar baik untuk kalian yang bosan dengan internetan di warnet. Selain mahal karena hitungannya per jam, kita juga tidak bisa leluasa karena sekali kita diwarnet, kita harus duduk disitu, kalau ditinggal ada resikonya, misalkan barang hilang.

Dengan internet melalui VPN dan software yang dibutuhkan, kalian bisa berinternet dengan murah. Saya sudah menyediakan list yang kalian butuhkan.

http://www.kaskus.us/showthread.php?p=302943393
http://order.best-vpn.com/aff.php?aff=097

Sabtu, 27 Februari 2010

Purwodadi

Purwodadi, mungkin ini adalah desa ke sekian kalinya yang aku kunjungi di Jawa Tengah. Tidak tahu lagi aku berapa banyak desa yang aku kunjungi dari dataran rendah sampai daerah pegunungan. Aku dengar di daerah Purwodadi ini memasuki peringkat ke dua daerah termiskin di Jawa Tengah. Mungkin memang benar juga, karena kebanyakan aku menemukan sawah, dan hanya ada sedikit usaha mikro seperti kecap yang dikerjakan di rumah-rumah penduduk setempat. Tapi saya tidak menemukan pabrik. Kalau ada pabrik satu disini pasti kesejahteraan penduduk setempat akan meningkat.
Sengaja aku berkunjung, menginap dan jalan-jalan ditempat ini untuk melepaskan penat dari urusan pekerjaan, kuliah dan organisasi. Walaupun didaerah ini tidak ada yang spesial seperti tempat wisata, tapi kalau daerah ini tenang dan tentram maka itu sudah membawa kesenangan sendiri.

Menatap lembayung di langit Bali
Dan kusadari
Betapa berharga kenanganmu
Di kala jiwaku tak terbatas
Bebas berandai mengulang waktu
Hingga masih bisa kuraih dirimu
Sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
Masa yang telah ku ingkari dan meninggalkanmu
Oh… cinta
Teman yang terhanyut arus waktu
Mekar mendewasa
Masih kusimpan suara tawa kita
Kembalilah sahabat lawasku
Semarakkan keheningan lubuk
Hingga masih bisa kurangkul kalian
Sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
Tegar melawan tempaan
Semangatmu itu
Oh… jingga
hingga masih bisa kujangkau cahaya senyum yang menyalakan hasrat diriku
bilakah kuhentikan pasir waktu
tak terbangun dari khayal
keajaiban in
Oh… mimpi
Andai ada satu cara tuk kembali menatap agung suryamu
Lembayung Bali… *

Walaupun ini adalah lagu sedih, tapi aku begitu menikmati lagu ini sewaktu aku melihat matahari terbenam. Sungguh indah. Kalaupun aku bisa menatap keindahan ini secara berkelanjutan seperti di kota.

* Lembayung Bali—Saras Dewi, ini adalah lagu favoritku sejak aku masih kecil. Kalau kalian suka, kalian bisa cari di internet.

Rabu, 24 Februari 2010

Halycon

Akhirnya aku telah menemukan ketenangan yang kucari, perasaan damai. Banyak nasihat dan hal baru yang kudapat. Aku juga bersyukur karena bisa menemukan semua itu untuk terus memperbaiki diriku supaya tidak perlu lagi kritik diri.

Memahami suatu kejadian sangat sulit kalau hanya memusatkan pikiran pada satu hal saja secara berlebihan sehingga kita tidak bisa melihat seluruhnya dari berbagai sudut pandang. Alangkah baiknya bila membuka hati, pikiran dan membiarkan pikiran bebas mempelajari semuanya sehingga kita bisa memecahakan masalah yang rumit sekalipun tanpa harus menganggap rendah semua orang dan semua masalah yang ada.

Memaknai suatu kejadian itu seperti koin yang memiliki dua sisi. Ada hal baik dibalik yang buruk begitu juga sebaliknya. Apabila kita mendapatkan hal yang buruk, kita harus berpikir positif kenapa mendapatkan hal yang buruk dan bagaiman cara merubahnya seperti marah yang mengandung moral. Tapi apabila kita mendatkan hal yang baik maka kita harus berpikir negatif, apa akibatnya bila kita mendapatkan kebaikan pada diri kita terlebih bila itu adalah suatu pujian. Apabila kita termakan oleh suatu pujian itu seperti racun yang ada pada tubuh.

Aku dan kalian. Kita adalah manusia. Kita adalah ciptaan sempurna karena memiliki akal, pikiran dan perasaan. Menyatukan hati kita, membuka dan menyatukan pikiran untuk memahami, memberi pendapat, kritik dan solusi. Apabila bersatu maka kita kuat, senang dan susah ditanggung bersama. Bahkan kita akan memiliki kekuatan yang kuat untuk melawan musuh dan memenangkannya.

Tapi apabila selalu memandang rendah orang lain karena merasa paling benar, berkuasa dan terkuat tanpa membutuhkan orang lain walaupun itu anak kecil, maka musuh dengan mudahnya menyerang kita karena menemukan pertentangan, kebencian dan kedengkian diantara kita yang membuat kita tidak bisa kompak dan bersatu.

Hidup memiliki penuh warna sehingga kita harus mempelajari semuanya dengan ketulusan tanpa rasa sombong. Sedikit saja kesombongan yang ada pada diri kita, maka hancurlah semuanya. Banyak hal yang kita temukan setiap hari, setiap saat, langkah, ucap, pikiran dan perasaan untuk mempelajari itu semua. Sehingga hidup yang sekali ini harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya dengan penuh makna tanpa rasa penyesalan pada diri atau orang lain yang kita cinta dan kita sayang.

Senin, 14 Desember 2009

Musashi Miyamoto

Ketika saya membaca salah satu artikel tentang Musashi milik Amelia Devina, saya teringat waktu kelas X SMA atau kelas 1 SMA yang sering mengendarai sepeda dari rumah menuju Perpustakaan Daerah (Perpusda), salah satu fasilitas yang disediakan pemerintah untuk masyarakat sejauh kurang lebih tiga kilometer untuk membaca berbagai buku yang disediakan dan meminjamnya yang menurutku itu menarik.

Saya sering membaca buku tentang komputer, jurnal ilmiah dan pengetahuan umum untuk menambah wawasan dan pantang membaca novel, karena waktu itu saya selalu menyimpulkan bahwa novel hanya membahas tentang cinta yang isinya mudah saya tebak saat melihat judul atau membaca beberapa halaman dan isinya tidak mendidik sama sekali.

Tapi ada satu kejadian yang membuat saya untuk membaca novel untuk pertama kalinya saat akhir tahun. Saat itu ada pemeriksaan setiap buku disetiap ruangan untuk memeriksa atau meminjam, melainkan hanya bisa mengembalikan buku. Kemudian saya menuju ke internet publik dengan harapan membaca berita dan melakukan kegiatan browsing yang lain untuk menutupi rasa kecewa karena tidak dapat membaca buku. Namun harapan itu sirna karena koneksi internet tersebut bermasalah sehingga saya merasa lebih kecewa dari sebelumnya.

“Jam delapan pagi saya datang kesini jauh dari rumah namun tidak mendapatkan apa-apa!” Itulah perkataan yang aku ingat sampai sekarang dengan perasaan marah didepan cermin kamar mandi.

Setelah itu saya berkeliling untuk menemukan sesuatu yang menarik untuk saya baca. Kemudian saya melihat ruangan yang berisi koran harian, majalah, komik dan novel, salah satu ruangan yang tidak mau saya kunjungi. Dengan iseng saya melihat berbagai judul pada novel yang kebanyakan bertema cinta dan saya melihat buku yang berjudul Musashi Buku Ketiga: Tanah, tetapi saya tidak bisa menemukan edisi pertama dari buku karangan Eiji Yoshikawa. Dengan perasaan terpaksa saya membaca buku ketiga walaupun sudah kusam tapi saya berniat membacanya.

Awal mula saya merasa kesulitan untuk membaca buku itu dilihat dari sisi nama karakter, bahasa penulis dan bahasa masing-masing karakter yang sulit untuk dimengerti. Namun saya tidak ingin menyerah karena saya langsung menyukai buku itu, kemudian saya membayangkan bahwa saya adalah penulisnya, bagaimana pengarang menempatkan pembicaraan antar karakter. Semakin saya membacanya saya semakin tertarik pada buku itu terutama pada karakter Musashi Miyamoto yang terus menjalani Jalan Pedang dan mencari arti hidup yang sebenarnya untuk berusaha lebih baik karena dia selalu merasa belum matang.

Semakin lama saya membacanya, petugas perpustakaan berkata kepadaku, “Maaf, kami sudah mau tutup” Saya terkejut karena tidak mengetahui bahwa hari sudah malam kemudian saya berpikir sejenak bagaimana saya ingin memiliki buku ini. Kemudian saya menemukan ide untuk membeli buku ini dari buku ketiga sampai buku ketujuh, setelah itu saya melakukan negosiasi kepada petugas itu untuk membeli buku Musashi Miyamoto karangan Eiji Yoshikawa dan petugas itu memperbolehkan dengan catatan harga jual setiap buku itu tiga kali lipat dari buku itu karena waktu itu diperbolehkan untuk membeli buku dengan harga tiga kali lipat dan sekarang tidak lagi. Kemudian terjadilah kesepakatan antara kami, setelah saya menerima kwitansi itu, saya mengambil semua buku itu kemudian memasukkanya kedalam tas. Dengan perasaan riang gembira selama bersepeda dan tidak sabar untuk menceritakan semua yang kualami pada hari itu kepada sahabatku bahwa saya sedang gila karena berhasil menemukan novel yang menarik :D

Setelah saya tiba dan menceritakannya kepada sahabatku dengan perasaan yang sangat senang dan seperti orang gila, sahabatku berkata
“Hugeng tenanglah, aku tidak mengerti apa yang kamu mengerti, jadi tenangkan dirimu setelah itu kamu bisa menceritakannya kepadaku semua yang kamu alami hari ini hingga membuatmu merasa gembira”
Kemudian akupun tersenyum dan berusaha menenangkan diri.

Setelah saya menceritakannya, kemudian saya pulang dan melanjutkan membaca buku itu sampai pagi dan membacanya sampai terakhir Buku Ketujuh: Cahaya Sempurna dan terus membacanya berulang-ulang sampai saya kuliah ini pada semester tiga. Saya sempat membaca ulasan tentang Musahi Miyamoto di situs Wikipedia dan menemukan buku yang sempat ditulis Musashi Miyamoto, yaitu Buku Lima Cincin dalam bahasa Inggris. Kalian bisa mengunduhnya melalui tautan yang saya siapkan kepada kalian. Buku ini sangat menarik karena dapat membantu mengubah cara berpikir kita. Dan saya akan sangat merasa senang bila kalian membantu menerjemahkannya kemudian menyebarkannya kepada keluarga atau teman kalian untuk mendapatkan manfaat dari buku karangan Musashi Miyamoto.

Ada beberapa hal yang membuat saya tertarik hingga sekarang pada buku Musashi karangan Eiji Yoshikawa, yaitu:

Ketika Sado membaca jawaban Musashi, rasa lega menghiasi wajahnya. Surat itu menyatakan:

Saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas tawaran Bapak berupa perahu untuk membawa saya ke Funashima. Saya merasa tidak pantas menerima kehormatan seperti itu. Selain itu, saya merasa bahwa saya tidak bisa menerimanya. Saya harap Bapak mempertimbangkan sendiri. Kojiro dan saya berhadapan sebagai lawan, dan ia menggunakan perahu yang disediakan oleh Yang Dipertuan Tadatoshi. Kalau saya pergi ke sana dengan perahu Bapak, akan kelihatan Bapak melawan Yang Dipertuan. Saya pikir tidak pada tempatnya kalau Bapak melakukan sesuatu atas nama saya.
Mestinya saya sampaikan hal ini sebelumnya, tetapi saya memang menahan diri, karena tahu Bapak akan berkeras membantu saya. Daripada melibatkan Bapak, lebih baik saya tinggal di rumah Tarozaemon. Saya akan menggunakan slaah satu perahunya untuk pergi ke Funashima, pada waktu yang menurut saya tepat. Tentang itu Bapak boleh merasa yakin.

Sado begitu terkesan, hingga ia pandangi tulisan itu beberapa waktu lamanya tanpa berkata-kata. Surat itu baik, rendah hati, penuh pertimbangan, penuh tenggang rasa, dan kini ia merasa malu, karena pada hari sebelumnya demikian gelisah.

Lalu ada hal yang membuat saya terkesan dan saya selalu mencontohnya arti dari makna yang ada, yaitu ketika Tarozaemon meminta Musashi untuk membuat lukisan sebelum dia berangkat untuk melawan Sasaki Kojiro.

Musashi berlutut diam seakan bersemadi. Disampingnya terletak kuas, kotak tinta, dan tabung kuas. Satu lukisan sudah diselesaikannya—seekor burung bangau di bawah pohon dedalu. Kertas dihadapannya kini masih kosong. Ia sedang menimbang-nimbang, apa yang akan dilukiskannya. Atau lebih tepat, diam-diam ia sedang mencoba menempatkan diri dalam kerangka pikiran yang benar. Ini penting, sebelum ia dapat membayangkan lukisan itu, atau mengetahui teknik yang akan dipergunakannya.

Ia pandang kertas putih itu sebagai alam semesta kehampaan. Satu guratan saja akan menampilkan kehadiran di dalamnya. Sebetulnya ia dapat membangkitkan hujan atau angin sekehendaknya, tetapi apa pun yang digambarnya, hatinya akan abadi tertinggal dalam lukisan itu. Jika hatinya ternoda, maka lukisan akan ternoda, kalau hatinya lesu, demikian jugalah jadinya lukisan. Kalau ia mencoba memamerkan keterampilan semata, maka ia takkan dapat disembunyikannya. Tubuh manusia melayu, tapi tinta hidup terus. Gambaran hatinya akan terus bernapas, sesudah ia sendiri tiada.